Senin, 16 Mei 2016

TEORI DAN KONSEP INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT)



TEORI DAN KONSEP
INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY (ICT)



Tugas Kelompok Kelas Ia
Pada Mata Kuliah
 Manajemen Teknologi Pendidikan


Oleh:
KELOMPOK V

ALADIN
ANISA FITRI. N
ARIS SUHUD
ASHFIYA NABILA ARRASULI
BADANI






Dosen Pembimbing :
Dr. HADRIANA, M. Pd.


PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
2016
TEORI DAN KONSEP TEKNOLOGI ICT

Proses belangsungnya pendidikan harus selalu menyesuaikan dengan keadaan yang terjadi dimasa pendidikan itu berjalan. Baik metode, sistem, dan prinsip yang digunakan juga harus sesuai dengan waktu, keadaan, dan kebutuhan masyarakat. Sehingga teknologi yang digunakan harus tepat agar dapat memperoleh hasil pendidikan yang diharapkan. Teknologi pendidikan adalah salah satu faktor yang dominan dalam proses belajar. Penggunaan teknologi yang sesuai dapat menunjang keberhasilan pengajaran yang disampaikan pendidik kepada peserta didik. Diperlukan kerjasama yang baik dari seluruh komponen pendidikan yang ada. Konsep teknologi pendidikan akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan kebutuhan. Tumbuh dan berkembangnya suatu konsep tidak akan terlepas dari konteks dimana konsep itu dapat tumbuh, serta apa dan bagaimana awal perkembangan konsep itu sendiri. Konsep teknologi pendidikan tidak akan pernah terlepas dari pendidikan dan peserta didik, prosedur ide dan peralatan yang menyangkut semua aspek belajar manusia.
Kata teknologi sering dipahami oleh orang awam sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba, 1977) kemudian pengertian tersebut akan lebih jelas dengan pengertian bahwa pada hakikatnya teknologi adalah penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis (Galbraith, 1977). Keberadaan teknologi harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka teknologi pendidikan juga dapat dipandang sebagai suatu produk dan proses (Sadiman, 1993). Sebagai suatu produk teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP dan sebagainya.
Sebagai sebuah proses teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan,melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia.

Pada saat ini perkembangan Information and Communication Technology (ICT) atau yang lebih dikenal dengan teknologi informasi dan teknologi (TIK) mempunyai peranan yang luar biasa dalam bidang pendidikan. Tetapi tidak hanya berperan dalam dunia pendidikan saja, dalam bidang industri dan bisnis serta perbankan membutuhkan ICT untuk memperlancar jalannya operasional perusahaan setiap harinya. Berbagai perangkat lunak seperti Microsoft Office atau Open Office memudahkan para pelajar dalam mengerjakan tugas, seperti laporan praktikum dan artikel, juga ketika mempresentasikan tugas di kelas. Selain memudahkan para pelajar dalam mengerjakan tugas ICT juga berperan penting untuk membantu guru dalam menyiapkan dan menyusun materi yang akan disampaikan kepada siswa-siswi mereka agar proses belajar mengajar terlihat lebih menarik dan menyenangkan.

      Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan, kehadiran information and communication technology (ICT) atau yang lebih dikenal dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan merupakan penunjang utama dalam pengembangan dunia pendidikan yang semakin hari semakin kompleks, sehingga perlu adanya media yang mampu memberikan inovasi dan menjadi solusi dari semua persoalan pendidikan terutama dalam kegiatan pengajaran.

Pengertian ICT
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berasal dari bahasa Inggrisyaitu Information and Communication Technologies (ICT) adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi.
ICT mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan.
Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media. Istilah ICT muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20.
Menurut Fitrihana (2007), ICT adalah sistem atau teknologi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi. Dan dalam konteks pembelajaran, ICT meliputi segala hal yang berkaitan dengan pemanfaatan komputer untuk mengolah informasi dan sebagai alat bantu pembelajaran serta sebagai sumber informasi bagi guru dan siswa.

Landasan Historis Perkembangan Teknologi Pembelajaran
            Pendidikan di Indonesia saat ini sedang mencari bentuk esensi pendidikan yang idela bagi rakyat yang sangat multikultural, baik budaya, bahasa, dan agama. Keberagaman rakyat indonesia menuntut adanya proses pendidikan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sutau daerah. Sebagai sebuah usaha kecil untuk bisa mewujudkannya, seiring dengan diberlakukannya sistem pemerintahan yang baru dalam era reformasi, terbentuklah undang-udang sistem pemerintahan No. 22 tahun 1999 dan disempurnakan pada UU No. 25 tahun 1999 kemudian disempurnakan lagi pada UU No. 25 tahun 2004 tentang pelimpahan kekuasan dan perimbangan kekuasan antara pemerintah pusat dan daerah. Yang mana dinyatakan bahwa pemerintah daerah diberikan wewennag untuk mengurus berapa sektor di nataranya adalah pendidikan.
Di sini media menjadi salah satu bentuk yang sangat penting dalam proses pendidikan, karena ia merupakan bentuk usaha memanfaatkan apa yang ada untuk kepentingan ilmu itu sendiri. dalam proses pendidkan klasik, media adalah apa yang ada di sekeliling guru untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk proses pembelajaran di dalam kelas, baik berupa papan tulis, gambar, koran, majalah, radio, televisi, benda bergerak maupun mati, dan lain sebagainya. Tapi dalam perkembangan selanjutnya media-media tersebut masih terus digunakan, tapi dengan perkembangan teknologi informasi menjadikanan media pembelajaran lebih canggih dari semula.
Perkembangan teknlogi menjadikan pendidikan dan proses pembelajaran di kelas semakin lebih variatif dan menjadi alternatif dalam memberikan pemahaman yang lebih baik kepada peserta didik. Sehingga tuntutan sumber daya manusia yang lebih cepat dapat tercapai dengan target-target tertentu.

SEJARAH AWAL PERKEMBANGAN  PEMANFAATAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Ilmu yang dipelajari manusia saat ini tidak terlepas dari usaha orang-orang terdahulu memberikan sebuah konsep tentang ilmu. Dan dalam sejarah telah tercatat, manusia sejak dahulu di Yunani telah mampu menrasionalisasikan hal-hal yang sebelumnya abstrak. Walapun sebenarnya semenjak keberadaan mansuia di dunia, mereka telah mempunyai potensi logis dalam memandang kehidupan dan apa yang ada di sekelilingnya, tapi karena tidak diketahu dengan jelas kapan mulainya, sehingga belum dapat dikatakan mereka telah mampu merasinalisasikan apa yang ada di sekitarnya. Karenanya sebagian orang menganggap bahwa manusia berasal dari klan monyet yang mengalami evolusi sampai menjadi manusia saat ini, walaupun tentunya kita tidak setuju manusia berasal dari nenek moyang monyet/kera.
Yunani memang menjadi titik awal perjalanan keilmuan di dunia saat ini, karena merekalah yang telah mampu merasionalisasikan apa yang sebelumnya abstrak dalam pandangan orang. Dengan usaha mereka, orang kemudian mampu mempelajari berbagai banyak hal dalam kehdupan dunia ini.
Ada tiga hal yang mempunyai pengaruh besar dalam proses berpikir manusia sehingga mereka dapat mempelajari sesuatu apa saja di dunia ini, disebut juga sebagai kerangka berpikir untuk dapat menentuakan sesutau dapat menjadi ilmu atau tidak, yaitu; ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Setiap pengetahuan yang dimiliki manusia selalu dipertanyakan dan dikritisi oleh diri  sendiri maupun  orang lain.  Bahwa pengetahuan yang dimilikinya  adalah pengetahuan tentang “apa” ? atau apanya yang perlu diketahui maka jawabannya ada pada ontologi pengetahuan itu sendiri. Sedangkan pertanyaan bagaimana cara menemukannya atau metode apa yang dipergunakan oleh kita dalam menemukan dan memperoleh pengetahuan itu adalah kajian Epistemologi. Selanjutnya pertanyaan apa kegunaan pengetahuan itu bagi manusia, dan makhluk lainnya, termasuk lingkungan dimana manusia berada, disebut kajian aksiologi.
Bangsa yunani sebagai peletak ilmu pengetahuan, membuat tokoh-tokoh pendidikan pun banyak dari mereka, terutama para pemikir. Tapi berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran dan pengajaran ada sekelompok orang yang tergabung dalam kelompok sofi di Yunani, mereka adalah sekelompok orang yang secara sukarela berbicara tentang ilmu dan semua apa yang ada dalam benar mereka dari hasil renungan dan pemikiran. Teknologi pemebelajaran sebenarnya muncul dari berbagai metode pengajaran yang telah dilakukan oleh golongan Sofi. Dalam proses belajar mengajar mereka menyadari berbagai macam masalah yang muncur dari setiap individu, misalnya masalah persepsi, motivasi, perbedaan individual di dalam belajar, dan masalah evaluasi untuk tiap-tiap individu. Berbagai masalah yang muncul tersebut diperlukan perbedaan strategi pengajaran agar dapat menghasilkan tingkah laku yang berbeda-beda.
Para ahli menduga bahwa golongan sofi ini ada semenjak pertengahan kedua abad ke -50 sebelum masehi, mereka datang dari berbagai wilayah yanga ada di Yunani kuno (Hellas) dan mengembara ke Athena, dan mereka adalah kaum teknologi pengajaran pertama yang ada, semenjak manusia mengenal ilmu di dunia.

masa itu terjadi antara seorang tutor dan beberapa siswa sehingga hal itu dipandang sebagai bentuk pengajaran massal pertama. Pandangan golongan sofi didsaarkan pada:
1.      Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju ke arah peradaban yang lebih tinggi, melalui teknologi dan organiasi sosial, di mana orang dapat belajar mengarahkan permasalahnnya secara efektif.
2.      Bahwa proses evolusi itu berlangsung terus, terutama aspek-aspek moral dan hukum. Kedua aspek itu berkembang serta diterima masyarakat karena mengandung nilai hidup, dan sanksinya bersumber dari hasil kesepakatan masyarakat bukan berasal dari prinsip-prinsip yang mutlak, bersifat a priori atau sebagai kekuasan yang berasal dari para dewa Yunani.
3.      Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan kaidah umum.
4.      Bahwa asas-asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis, empiris, dan behavioristik.
Selanjutnya golongan Sofi ini memandang mansuia sebagai makhluk yang memiliki potensi intelegensi, potensi tanggung jawab sosial, potensi mengatur diri dan menaklukkan alam. Pengembangan potensi tersebut memerlukan pendidikan dan pengajaran. Mereka percaya akan nilai-nilai positif yang dikandung oleh pendidikan dan pengajaran. Golongan Sofi menghargai semua bentuk teknologi yang dalam bahasa Yunani disebut dengan techne, yang meliputi paham tentang kenegaraan berdasarkan rumus yang diciptakan oleh Pytagoras, bahwa manusia adalah ukuran dari segala-galanya.

AWAL MUNCUL TEKNOLOGI PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN
Secara detail kapan waktu pastinya mulai muncul teknologi dalam pembelajaran sebagai sebuah disiplin keilmuan tidak ada yang dapat memastikan, hanya saja proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu menjadi refrensi bahwa orang pasti membuat sebuah terknologi dalam proses belajar mengajar untuk mempermudah transfer keilmuan. Dan perkembangannya sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia, mulai dari yang sederhana sampai yang modern zaman sekarang ini.
Pada tahun 1901 William James dalam bukunya “Talks to Teacher on psychology” mengungkapkan perbedaan antara seni mengajar dan ilmu mengajar. Kemudian pada tahun yang sama John Dewey menyatakan bahwa metode ilmu pengetahuan empirislah yang merupakan asas dalam pendidikan sehingga membawa implikasi terhadap fungsi ruang kelas sebagai laboratorium. Selanjutnya pada tahun 1902, Edward Thorndike untuk pertama kalinya memperkenalkan metode kuantitatif untuk masalah-masalah pengajaran. Kemudian pada tahun 1904, G. Stanley Hall melakukan pengujian dengan cara kuantitatif, melakukan pengukuran intelegensi anak yang tertuang dalam buku hasil penelitiannya yang berjudul ‘Adolescence’.
Banyak ahli yang bermunculan pada tahun ini, namun ada dua orang yang mendominasi pemikiran dan praktek pendidikan di Amerika saat itu, yaitu Edward Thorndike dan John Dewey. Mereka mengemukakan teori dan metode yang menghasilkan teknologi pengajaran.

Metode Pengajaran
Edward Thorndike dikenal sebagai seorang psikolog dan telah menyumbangkan banyak hal tentang konsep-konsep ilmu jiwa dalam perkembangan teknologi pengajaran di Amerika. Hukum belajarnnya melahirkan prinsip-prinsip dasar yang menjurus kepada teknologi pengajaran yakni antara lain:
1.      Hukum latihan atau pengulangan, bahwa semakin sering suatu stimulus respons diulang-ulang, ia akan semakin diingat oleh siswa.
2.      Hukum efek, bahwa respons akan menjadi kuat bilaman diikuti oleh rasa gembira atau susah.
3.      Hukum respons berganda, bahawa dalam situasi rumit, ketika respons yang tepat belum ada, upaya coba-coba dilakukan sampai berhasil.
Hukum-hukum tersebut berlandaskan hubungan stimulus-respons, di mana suatu ikatan saraf akan terjadi di antara stimulus dan respons jika stimulus itu menghasilkan respons yang memuaskan dalam situasi yang diciptakan dengan sengaja. Peristiwa belajar terjadi dari pembentukan ikatan-ikatan stimulus-respons tersebut menjadi pola-pola tingkah laku individu.

Dari pola hubungan yang terjadi tersebut, maka prinsip-prinsip dasar teknologi pengajaran menurut Thorndike adalah:
1.      Aktivitas sendiri
2.      Minat sebagai motivasi
3.      Persiapan dan suasana mental
4.      Individualisasi, dan
5.      Sosialisasi.
Dalam mempraktikkan prinsip-prinsip dasar tersebut, guru hendaklah selalu mengontrol kegiatan siswa ke arah yang dikehendaki tanpa mengabaikan minat siswa dan respons individual. Respons belajar bergantung pada pegalaman-pengalaman pada masa lampau, dan juga bergantung pada suasana mental siswa itu sendiri. itulah sebabnya guru perlu menyesuaikan stimulus yang disajikan dengan latar belakang pengalaman masa lampau siswa, dengan suasana mental siswa serta memperhitungkan perbedaan individual dalam merancang pendayagunaan media pengajaran guna memperoleh hasil belajar yang optimal.
Teknolgi pembelajaran muncul sebagai sebuah usaha untuk menyelesaikan masalah individu-individu dalam proses tranfer ilmu. Karena setiap individu mempunyai problematika yang berbeda saat ada stimulus yang datang dari luar mereka, sehingga beberapa cara perlu ditempuh untuk dapat menjembatani seluruh kebutuhan individu yang berbeda.
Pada awal perkembangannya, golongan Sofi yang ada di Yunani dianggap sebagai orang-orang yang pertama mempraktekkan teknologi pembelajaran dan proses belajar mengajar. Di mana mereka meganggap bahwa setiap individu mempunyai permasalahan yang berbeda dalam respon dari stimulus yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat mempergunakan segala bentuk peralatan dan media agar dapat tercapai transfer ilmu kepada anak didik.
Dari golongan Sofi inilah kemudian, teknologi mengalami perkembangan sehingga sampai saat ini, walaupun teknologi pada masa lalu tidak sekomplit saat ini, dengan berbagai bentuk dan tipe. Ridak terkecuali di Indonesia perkembangannya juga sesuai dengan perkembangan kemampuan peserta didik dan teknologi dari luar.
Sedangkan perkembangan teknologi pembelajaran di Indonesia berkembang sebagai sebuah disiplin keilmuan yang dipelajari di tingkat perguruan tinggi, yang dulu dikenal dengan nama Didaktik-Metodik. Di mana masalah-masalah pembelajaran di sekolah-sekolah dianalisis dan dijadikan kajian dalam ruang akademik dan bukan guru yang mengembangkan sebagai sebuah usaha untuk efektivitas proses belajar-mengajar.
Tapi teknologi pembelajaran sebagai sebuah aplikasi dalam pembelajaran, perkembangannya sesuai dengan perkembangan teknologi di Indonesia, mulai dari audio, visual, sampai pada informatika sendiri. Sampai sekarang berkembang sesuai dengan perkembangan zamann dan lingkungan yang terus berubah.





Pengertian Teknologi Pendidikan

          Istilah teknologi berasal dari bahasa yunani yaitu technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar kata teknologi berarti art, skill, science atau keahlian, ketarampilan dan ilmu. Jadi teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai pegangan atau pelaksanaan pendidikan secara sistematis.
Sedangkan dalam pengertian lain teknologi pendidikan adalah suatu proses yang kompleks dan terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi, untuk menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola usaha pemecahan masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar.
AECT, 2004  adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik) dan meningkatkan kinerja.
The Association for Educational Communications and Technology (AECT), 1972 Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan menfasilitasi belajar pada manusia melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan, pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.
Mac kenzie dan Eraut, 1971 Teknologi Pendidikan merupakan sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat tercapai.
AECT, 1977 Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, produser, gagasan, sarana, dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dengan segala aspek belajar pada manusia.
Dari pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan.





Pengertian Teknologi Pembelajaran

Teknologi dalam pembelajaran diartikan sebagai mekanisme untuk men-distribusikan pesan, termasuk sistem pos, siaran radio dan televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer
Komisi Teknologi Pembelajaran, 1970 Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, mengevaluasi keseluruhan proses belajar dan mengajar untuk suatu tujuan khusus, serta didasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan non manusia agar belajar berlangsung secara efektif.
Kenneth Silber, 1970 Teknologi Pembelajaran adalah pengembangan (riset, desain, produksi, evaluasi, dukungan, pasokan, pemanfaatan) komponen sistem pembelajaran (pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan) serta pengelolaan usaha pengembangan (organisasi dan personil) secara sistematis dengan tujuan untuk memecahkan masalah belajar.
Tom Cutchall, 1999 Definisi menurut Cutchal ini sama seperti definisi AECT 1994. Dia menekankan bahwa teknologi pembelajaran merupakan penelitian dan aplikasi ilmu prilaku dan teori belajar dengan menggunakan pendekatan sistem untuk melakukan analisis, desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan penggunaan teknologi untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan teknologi (soft-technology maupun hard-technology) untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja manusia.

Kawasan Teknologi
Kawasan Teknologi Pendidikan  menurut AECT 1994 terdiri  5 kawasan, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan,  kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian.
1.      Kawasan desain
Dalam hal tertentu, kawasan desain mempunyai asal-usul dari gerakan psikologi pembelajaran. Beberapa faktor pemicunya adalah:
1)      Artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner “The Science of Learning and theArt   of   Teaching”   disertai   teorinya   tentang   pembelajaran berprogram;
2)      buku tahun 1969 dari Herbert Simon “The Science of ial” yang membahas karakteristik umum dari pengetahuan prespektif tentang desain; dan
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi (Ellington dan Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986). Berbeda dengan definisi terdahulu definisi ini lebih menekankan pada kondisi belajar bukan hanya pada komponen-komponen dalam suatu sistem pembelajaran (Wellington, etal.1970). Jadi, ruang lingkup desain pembelajaran telah diperluas dan sumber belajar atau komponen individual sistem ke pertimbangan maupun lingkungan yang sistemik. Tessmer (1990) telah menganalisis faktor-faktor, pertanyaan-pertanyaan serta alat-alat yang digunakan untuk mendesain lingkungan.
Kawasan desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek. Cakupan ini dapat diidentifikasi karena masuk dalam lingkup pengembangan penelitian dan teori. Kawasan desain meliputi:
(1)desain sistem pembelajaran;
(2) desain pesan;
(3) strategi pembelajaran dan
 (4) karakteristik pembelajar.

2.      Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan mencakup banyak variasi teknologi yang digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian, tidak berarti lepas dari teori dan praktek yang berhubungan dengan belajar dan desain. Tidak pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian, pengelolaan atau pemanfaatan. Melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktek. Pemanfaatan serta kebutuhan pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya, bahan-bahan visual dan audio, serta program atau paket yang merupakan paduan berbagai bagian.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya:
1)      pesan yang didorong oleh isi;
2)      strategi pembelajaran yang didorong oleh teori; dan
3)      manifestasi dari teknologi perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.

Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori: (1) teknologi cetak (yang menyediakan landasan untuk kategori yang lain), (2) teknologi audiovisual, (3) teknologi berbasis komputer, dan ( 4) teknologi terpadu. Karena kawasan pengembangan mencakup fungsi-fungsi desain, produksi, dan penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan menggunakan satu jenis teknologi, diproduksi dengan menggunakan yang lain, dan disampaikan dengan meng­gunakan yang lain lagi.

3.      Kawasan pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mem­punyai tanggung-jawab untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Pemanfaatan menuntut adanya penggunaan, diseminasi, difusi, implementasi, dan pelembagaan yang sistematis. Hal tersebut dihambat oleh kebijakan dan peraturan. Fungsi peman­faatan penting karena fungsi ini memperjelas hubungan pembelajar dengan bahan dan sistem pembelajaran. Ke-empat kategori dalam kawasan pemanfaatan ialah :
1)      Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan media ialah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Misalnya, bagaimana suatu film diperkenalkan atau “ditindak lanjuti” dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pebelajar. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.

2)      Difusi Inovasi.
Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Tahap pertama dalam proses ini ialah membangkitkan kesadaran melalui desiminasi informasi. Proses tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran, minat, pencobaan dan adopsi. Menurut Rogers (1983) langkah-langkah difusi tersebut adalah pengetahuan, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Secara khas, proses tersebut mengikuti model proses komunikasi yang menggunakan alur multi langkah termasuk komunikasi yang menggunakan “gatekeepers” atau penjaga lalu-lintas informasi. misalnya: sekretaris, perantara dan “opinion leaders” atau tokoh panutan.

3)         Implementasi dan Pelembagaan.
Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi. Akan tetapi. tujuan dari implementasi ialah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedang tujuan dari pelembagaan ialah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur dan kehidupan organisasi. Kegagalan yang silam dari projek Teknologi Pembelajaran seperti komputer dan televisi pembelajaran di sekolah menekankan pentingnya perencanaan baik untuk perubahan individu maupun untuk perubahan organisasi (Cuban, 1986).

4)      Kebijakan dan Regulasi.
Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembel­ajaran. Kebijakan dan peraturan biasanya dihambat oleh permasalah­an etika dan ekonomi. Keduanya timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam maupun luar. Dampak pengaruh tersebut lebih pada praktek dan pada teori. Bidang Teknologi Pembelajaran telah ikut berjasa dalam penentuan kebijakan tentang televisi pembelajaran dan televisi masyarakat. hukum hak cipta, standar peralatan dan program serta pembentukan unit administrasi yang mendukung Teknologi Pembelajaran.

4.      Kawasan pengelolaan
Konsep pengelolaan merupakan bagian integral dalam bidang teknologi Pembelajaran dan dari peran kebanyakan para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang ini dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar. Seorang teknologi pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif tetap sama apapun kasusnya.
Kawasan pengelolaan semula berasal dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media Pembauran perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli perpustakaan media sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan non-cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal dalam kurikulum. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media Personnel in Education: A Competency Approach yang menekankan bahwa administrasi program media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi pembelajaran. Definisi AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan personil, seperti halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program dan pusat media.
Secara singkat, ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan :
1)      Pengelolaan Proyek.
Pengelolaan proyek meliputi perenca­naan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rotliwell dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis & staf (line and staff management). Perbedaan itu disebabkan karena:staf proyek mungkin baru, yaitu anggota tim untuk jangka pendek, pengelola proyek biasanya tidak mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang sementara, danpengelola proyek memiliki kendali dan fleksibilitas yang lebih luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis projek yang lain. Mereka harus melakukan negosiasi, menyusun anggaran, membentuk sistem pemantauan informasi, serta menilai kemajuan. Peran pengelolaan projek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman projek dan memberi saran perubahan ke dalam.

2)         Pengelolaan Sumber.
Pengelolaan sumber mencakup peren­canaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses. Pengertian sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembel­ajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan  pada kawasan  pengembangan.   Efektivtias biaya  dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.

3)            Pengelolaan Sistem Penyampaian.
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan … Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar” (Ellington dan Harris, 1986 : 47). Contoh penge­lolaan seperti itu terdapat pada proyek belajar jarak jauh di National Technological University dan Nova University. Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan teknis terhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalahan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktur atau pelatih. Dari sekian banyak parameter ini keputusan harus diambil berdasarkan pada kesesuaian karakteristik teknologi dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tentang pengelolaan sistem penyampaian ini sering tergantung pada sistem pengelolaan sumber.

4)      Pengelolaan informasi.
Pengelolaan informasi meliputi pe­rencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. Cukup banyak tumpang-tindih terjadi antara penyimpanan, pengiriman/pemindahan dan pemrosesan karena fungsi yang satu sering diperlukan untuk melakukan fungsi yang lain. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan pengembangan merupakan metoda penyimpanan dan penyampaian. Penyiaran atau transfer informasi sering terjadi melalui teknologi terpadu. “Pemrosesan adalah pengubahan beberapa aspek informasi (melalui program komputer)  agar lebih sesuai dengan tujuan tertentu” (Lindenmayer, 1988, hal. 317). Pengelolaan informasi penting un­tuk memberikan akses dan keakraban pemakai. Pentingnya penge­lolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran Pertumbuhan ilmu maupun industri pengetahuan di luar yang saat ini dapat diakomodasikan menunjukkan bahwa hal ini merupakan bidang yang sangat penting bagi teknologi pembelajaran di masa datang.

5.      Kawasan penilaian
Penilaian ialah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian mulai dengan analisis masalah. Ini merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan dan penilaian pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah ini.
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian projek dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk perancang pem­belajaran, seperti halnya penilaian formatif dan penilaian sumatif.
Menurut Worthen dan Sanders (1987):Penilaian merupakan penentuan   nilai dari suatu barang.   Dalam pendidikan,  hal  itu  berarti  penentuan  secara  formal  mengenai  kualitas, efektivitas atau nilai dari suatu program, produk, proyek, proses, tujuan, atau kurikulum. Penilaian menggunakan metoda inkuiri dan pertimbangan, termasuk :
 (1) penentuan standar untuk mempertimbangkan kualitas dan menentukan apakah standar tersebut harus bersifat relatif atau absolut;
(2) pengumpulan informasi; dan
(3) menerapkan penggunaan standar untuk menentukan kualitas. Seperti terlihat pada konsep dasar dari kata ‘penilaian’, kunci konsep tersebut terletak pada penentuan ‘nilai’. Bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara teliti, akurat, dan sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan klien.
Suatu cara yang penting untuk membedakan penilaian ialah dengan mengklasifikasikannya menurut obyek yang sedang dinilai. Pembedaan yang lazim ialah menurut program, proyek, dan produk bahan. Suatu komisi “The Joint Committee on Standards for Educational Evaluation

Dalam kawasan penilaian terdapat empat subkawasan :
1)      Analisis Masalah.
Analisis masalah mencakup cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan direncanakan. Bagai-manapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.

2)      Pengukuran Acuan-Patokan (PAP).
Pengukuran acuan-patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pembelajar menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Peng­ukuran acuan-patokan, yang sering berupa tes, juga dapat disebut acuan-isi, acuan-tuiuan, atau acuan-kawasan. Sebab, kriteria tentang cukup tidaknya hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pembelajar telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan. Keberhasilan dalam tes acuan-patokan berarti dapat melaksanakan kemampuan tertentu. Biasanya ditentukan skor minimal, dan mereka yang dapat mencapai atau melampaui skor tersebut dinyatakan lulus tes. Batas jumlah pengikut tes yang dapat lulus atau dapat mengerjakan tes dengan baik tidak ada, karena PAP tidak membandingkan antara pengikut tes.



3)      Penilaian Formatif dan Sumatif.
Penilaian formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengumpulan infor­masi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan.
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai dan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan (sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas. lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif Hendakn\a jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai basil, bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif.
Dalam pengembangan produk, penggunaan penilaian formatif  dan sumatif  khususnya penting pada berbagai tahap. Pada tahap-tahap awal pengembangan (tes tahap alpha), banyak macam perubahan dapat terjadi, dan (usaha) penilaian formatif dapat mempunyai jangkauan yang luas. Saat produk dikembangkan lebih lanjut, balikan jadi lebih khusus (tes beta), dan rentang alternatif penibalian yang dapat diterima jadi lebih terbatas. Hal ini merupakan dua buah contoh penilaian formatif. Ketika akhirnya produk dilempar ke pasaran dan dinilai oleh pihak luar, yang bertindak memberikan “laporan konsumen”, tujuan penilaian jelas sumatif yaitu membantu pembeli memilih suatu produk secara bijak. Pada tahap ini, tanpa penilalian total atas produk yang bersangkutan, revisi tidak mungkin dapat diadakan. Jadi, dalam pengembangan suatu produk, penggunaan penilaian formatif dan sumatif bervariasi sesuai dengan tahap perkembangannya dan bahwa rentang saran yang dapat diterima dalam suatu kurun waktu menjadi semakin terbatas.
Metoda yang digunakan dalam penilaian formatif berbeda dengan penilaian sumatif.  Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial. uji-coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Keseimbangan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang cukup dalam penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif  lazim berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan pengukuran obyektif.

Kesimpulan
1.      ICT adalah sistem teknologi yang dapat mengimplementasikan batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi
2.      Teknolgi pembelajaran muncul sebagai sebuah usaha untuk menyelesaikan masalah individu-individu dalam proses tranfer ilmu.
3.      Teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan dan penilaian sistem-sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan.
4.      Teknologi pembelajaran merupakan usaha sistematis dalam merancang, melaksanakan, dan mengavaluasi keseluruhan proses belajar untuk suatu tujuan pembelajaran khusus, sertadidasarkan pada penelitian tentang proses belajar dan komunikasi  pada manusia yang menggunakan kombinasi sumber manusia dan non manusia agar belajar dapat berlangsung efektif.
5.      Kawasan Teknologi Pendidikan  yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan,  kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar